This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, 19 November 2013

Potret Para Pemimpin Akhir Zaman


  • Para pemimpin sesat: Dari Aus yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«إِنِّي لاَ أَخَافُ عَلىَ أُمَّتيِ إِلاَّ الأَئِمَّةَ المُضَلِّينَ»
Aku tidak takut (ujian yang akan menimpa) pada umatku, kecuali (ujian) para pemimpin sesat.” (HR. Ibnu Hibban). Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan: “Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin sesat, kecuali kalian mengingkari mereka dengan hati, agar amal kalian tidak sia-sia.
  • Para pemimpin bodoh: Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:
«أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ »
Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad). Dalam hadits riwayat Ahmad dikatakan bahwa pemimpin bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw. Yakni pemimpin yang tidak menerapkan syariah Islam.
  • Para pemimpin penolak kebenaran, penyeru kemungkaran. Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ»
Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
  • Para penguasa yang memerintah dengan mengancam kehidupan dan mata pencaharian. Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ»
Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (menuji) keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani).
  • Para pemimpin yang mengangkat pembantu orang-orang jahat, dan mengakhirkan shalat (mengabaikan syariah). Dari Abu Hurairah ra yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
« يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا»
Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang, para pembantu (pejabat pemerintah) fasik, para hakim pengkhianat, dan para ahli hukum Islam (fuqaha’) pendusta. Sehingga, siapa saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi pengunpul pajak, pemimpin, dan polisi.” (HR. Thabrani).
  • Para pemimpin diktator (kejam). Rasulullah Saw bersabda:
«إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ»
Sesungguhnya seburuk-buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah (diktator).” (HR. Al-Bazzar). Pemimpin al-huthamah (diktator) adalah pemimpin yang menggunakan politik tangan besi terhadap rakyatnya.
Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«وسَيَلي أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ»
Dan berikutnya adalah para pemimpin jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak memberikannya; dan jika mereka disuruh berlaku baik (adil), mereka menolak. Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan tidak kalian tidak menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).
  • Para penguasa zindik (pura-pura iman). Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ»
Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan syafa’atku: pemimpin yang bertindak lalim, dan orang yang berlebihan dalam beragama hingga sesat dari agama.” (HR. Thabrani).

Memenuhi Hak-hak Pemimpin


Al-Amr (perintah) adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan dalam bentuk yang tinggi. Perintah itu kadang-kadang berasal dari Allah Swt.
أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. (QS al-A’raf [7]: 54).
Perintah kadang-kadang berasal dari Rasul saw. yang merupakan wahyu sebagaimana, sabdanya:
«فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوْهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
Jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah ia dan jika aku memerintahkan sesuatu perintah kepada kalian maka ambillah darinya sesuai dengan kemampuan kalian. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Perintah kadang-kadang berasal dari seorang suami kepada istrinya; kadang-kadang berasal dari orangtua kepada anaknya; kadang-kadang juga berasal dari amir (pemimpin) dan dialah yang memiliki (hak) memerintah. Amir adalah seseorang yang menangani urusan jamaah yang di antara mereka terdapat urusan yang mengikat bersama. Ia adalah orang yang memiliki wewenang mengeluarkan permintaan untuk melakukan perbuatan dari jamaahnya yang di antara mereka terdapat urusan bersama. Sosok itu mencakup Amîr al-Mu’minîn (Pemimpin kaum Mukmin) dimana terdapat urusan yang mengikat antara dia dengan umat, yaitu penerapan hukum-hukum syariat; mencakup pemimpin partai dan yang mengikat mereka adalah tujuan bersama yang menyebabkan mereka berkumpul di dalamnya; juga mencakup pemimpin perjalanan (amir safar) dan urusan bersama mereka adalah setiap urusan yang berkaitan dengan perjalanan. Jenis perintah inilah yang kita maksudkan dalam pembahasan ini.
Pembahasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan hak-hak pemimpin; baik Amirul Mukmin; orang yang diberi wewenang oleh Amirul Mukminin untuk mengeluarkan perintah seperti amîr al-jaysy (pemimpin pasukan), atau amîr as-sariyah (pemimpin ekspedisi), wali (gubernur/kepala wilayah), ‘âmil, wazîr tafwîdh (pembantu khalifah); amîr al-hizb (pemimpin partai); ataupun pemimpin perjalanan. Hal itu karena nash-nash tentang ketaatan kepada amir (pemimpin) dan hak pemimpin atas orang yang ia pimpin adalah mencakup pemimpin yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Hak bagi pemimpin yang bersifat umum, seperti Amirul Mukminin, bersifat umum; mencakup semua urusan urusan pemerintahan dan pengaturan, karena yang mengikat antara dirinya dengan umat adalah penerapan hukum syariat seluruhnya. Sebaliknya, pemimpin yang bersifat khusus, hak-haknya hanya dalam batas-batas urusan bersama mereka, tidak lebih.
Ada sejumlah hak pemimpin atas orang-orang yang dipimpinnya. Kewajiban orang-orang yang dipimpin atas pemimpinnya antara lain:
1. Percaya (tsiqah) dan berprasangka yang baik.
Tsiqah adalah al-i’timân (percaya), yakni mempercayai apa-apa yang diperintahkan oleh amir (pemimpinan) atas upaya untuk mencapai urusan bersama. Oleh karena itu, umat harus memilih orang yang benar-benar amanah dan terpercaya. Amanah itu tidak berlalu kecuali dengan adanya khianat. Contohnya adalah ketika amir mengubah urusan bersama yang mengikat mereka, menjauhkan dan meniadakan pencapaiannya, atau menggagalkannya. Kesalahan bukan merupakan khianat dan tidak menafikan sifat amanah. Jadi, kesalahan tidak menjadi alasan yang benar untuk menanggalkan kepercayaan pada amir, kecuali jika kesalahan itu banyak dan merupakan kekejian. Artinya, orang-orang yang diperintah hendaklah berprasangka baik kepada pemimpin yang telah mereka angkat. Demikianlah sikap para sahabat r.a. Rasulullah saw. pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Usayd bin Hudhayr:
«اِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً»
Sesungguhnya kalian akan menjumpai ketidaksenangan sesudahku. (Abu Ya’la dan ath-Thabrani).
Jika orang-orang yang diperintah menyadari bahwa pemimpinnya adalah seorang manusia yang bisa benar dan bisa juga salah dan mereka menafikan sifat ma‘shûm (terbebas dari kesalahan) dari pemimpin mereka, maka hal itu merupakan kebaikan bagi pemimpin itu dan bagi mereka. Imam Syafi‘i pernah berkata, “Tidak seorang pun dari kaum Muslim yang terus-menerus menaati Allah dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya; tidak ada seorang pun dari kaum Muslim yang bermaksiat terus-menerus dan tidak pernah menaati-Nya. Siapa saja yang ketaatannya lebih unggul daripada kemaksiatannya maka ia termasuk seorang yang lurus.
Seorang pemimpin tidak dicopot kecuali dengan alasan syar‘î. Alasan syar‘î ini telah dijelaskan secara panjang lebar dalam buku Ahkâm as-Sulthâniyyah.
2. Memberikan nasihat.
Tamim ad-Dari menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
«الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ: ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ
وَ ِلأَئِمَةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَتِهِمْ»
“Agama itu nasihat/kesetiaan.” Kami bertanya, “Bagi siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum Muslim dan bagi mereka pada umumnya.” (HR Muslim).
Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً وَيسَخْطُ لَكُمْ ثَلاَثاً: يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَأَنْ تَنَاصَحُوْا مَنْ وَلاَهُ اللهُ أَمْرَكُمْ…»
Allah Swt. menyukai dari kalian tiga perkara dan Allah membenci atas kalian tiga perkara: kalian menyembahnya dan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah; kalian berpegang teguh; kalian menasihati orang yang Allah jadikan sebagai orang yang mengatur urusan kalian…. (HR Imam Malik).
Nasihat itu hendaklah disampaikan secara rahasia.
Jabir bin Nufayr menuturkan bahwa ‘Iyadh bin Ghanam pernah mencambuk seorang penduduk hingga terluka. Lalu Hisyam bin Hakim menyalahkannya dengan perkataan hingga ‘Iyadh marah. Setelah berlalu beberapa malam, Hisyam meminta maaf dan mengemukan alasannya seraya berkata, “Apakah Anda tidak mendengar Rasulullah saw. bersabda:
«إِنَّ مِنْ أَشَدِ النَّاسِ عَذَاباً يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَشَدُهُمْ لِلنَّاسِ عَذَاباً فِيْ الدُّنْيَا»
Sesungguhnya orang yang paling keras menerima siksaan pada Hari Kiamat adalah orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia. (HR al-Baihaqi, Ibn al-Atsir, dan ath-Thabrani).
‘Iyâdh berkata, “Sungguh, aku juga telah mendengar apa yang engkau dengar dan berpandangan seperti pandanganmu. Masalahnya, apakah engkau tidak mendengar Rasulullah saw. bersabda:
«مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانِ عَامَةٍ فَلاَ يَبْدُ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَخُلَّ بِهِ»
Siapa saja yang ingin menasihati orang yang memiliki kekuasaan secara umum maka janganlah menyampaikan nasihat kepadanya secara terang-terangan, tetapi hendaklah secara menyendiri.
Engkau, hai Hisyam, sungguh termasuk orang yang melakukan hal itu ketika Anda menjatuhkan penguasa Allah. Apakah engkau tidak khawatir jika penguasa Allah akan membunuhmu sehingga engkau dibunuh oleh penguasa Allah.”
3. Menaatinya pada selain kemaksiatan kepada Allah.
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian. (QS an-Nisa’ [4]: 59).
Abu Hurayrah menuturkan bahwa Nabi saw. juga pernah bersabda:
«مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي»
Siapa saja yang menaatiku, dia telah menaati Allah; siapa saja yang bermaksiat kepadaku, dia telah bermaksiat kepada Allah; siapa saja yang menaati pemimpinku, dia telah menaatiku; siapa saja yang berbuat maksiat kepada pemimpinku, dia telah bermaksiat kepadaku. (HR Mutaffaq ‘alayh).
Anas bin Malik juga pernah menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
«اِِسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا وَإْنْ اِسْتَعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيْبَةٌ»
Dengar dan taatilah pemimpin yang diangkat untuk memimpin kalian sekalipun dia seorang budak hitam yang (rambut) kepalanya seperti kismis (kriting). (HR al-Bukhari).
Abu Dzar juga menuturkan:
«أَوْصَانِي رَسُوْلُ اللهِ r أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيْعَ وَلَوْ لِعَبْدٍ مُجْدَعِ اْلأَطْرَافِ»
Rasulullah saw. berwasiat kepadaku agar aku mau mendengar dan taat sekalipun pemimpin itu seorang budak yang hilang anggota badannya. (HR Muslim).
Abu Hurayrah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«عَلَيْكَ بِالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَعُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَأَثَرَةِ عَلَيْكَ»
Engkau wajib taat (kepada pemimpin) dalam apa yang engkau sukai dan engkau benci, dalam kesempitan dan kelapanganmu, serta dalam keputusan atasmu. (HR Muslim).
Nabi saw. juga pernah bersabda:
«مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»
Siapa saja yang keluar dari ketaatan dan memecah-belah jamaah lalu mati maka matinya adalah mati Jahiliah. (HR Muslim).
Rasulullah juga pernah bersabda pada Haji Wada’, sebagaimana dituturkan Abu Umamah al-Bahili:
«اُعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيْعُوْا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ»
Sembahlah Tuhan kalian, tunaikanlah shalat lima waktu, puasalah pada bulan Ramadhan, bayarlah zakat harta kalian, dan taatilah orang yang mengatur urusan kalian (amir), niscaya kalian akan masuk surga Tuhan kalian. (HR Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, dan al-Hakim).
Rasulullah saw. juga pernah berkhutbah di ‘Arafah dan bersabda:
«إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبْشِيٌ فَاسْمَعُوْا لَهُ وَأَطِيْعُوْا مَا قَادَكُمْ مِنْ كِتَابِ اللهِ»
Jika seorang budak Habsyi diangkat menjadi pemimpin kalian maka dengar dan taatilah selama ia memimpin kalian dengan Kitabullah. (HR Abu Bakar al-Khalal).
Abu Dzar juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«إِسْمَعُ وَأَطِعُ لِمْنْ كَانَ عَلَيْكَ»
Dengar dan taatilah orang yang memimpin kalian. (HR Ibn Abi Hasyim).
Namun demikian, tidak ada ketaatan kepada pemimpin dalam kemaksiatan yang tidak diragukan dan diperselisihkan lagi bahwa hal itu adalah kemaksiatan. Abdullah bin Umar menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda ;
«السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِي مَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذاَ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ»
Wajib mendengar dan taat atas setiap Muslim dalam apa yang disukai dan yang dibenci selama tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Jika ia diperintah untuk berbuat maksiat, ia tidak wajib mendengar dan taat. (HR al-Bukhari dan Muslim).
‘Ali menuturkan bahwa Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
«لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ»
Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kemakrufan. (HR Ahmad).
Di antara ketaatan kepada pemimpin adalah menjalankan semua ketetapan, perintah, dan ‘azimah-nya. Dalam al-Ghiyâts Al-Juwayni menyatakan bahwa Imam wajib secara pasti diikuti dalam apa yang dipandang sebagai hasil ijtihadnya. Melanggar perintah yang diserukan imam secara pasti akan berakibat diperangi, sekalipun perintah itu asalnya zhannî. Kaidah ushul fikih yang masyhur menyatakan:
أَمْرُ اْلإِمَامِ نَافِذٌ ظَاهِراً وَبَاطِناً
Perintah imam harus dilaksanakan secara lahir maupun batin.
Sementara itu, berkaitan dengan ‘azimah, yang dimaksud adalah perintah yang sungguh-sungguh dan penting. Ibn Manzhur berkata di dalam Lisân al-‘Arab: ‘Azamtu ‘alayka. Maksudnya, “Aku memerintahmu dengan perintah yang sungguh-sungguh.” Itulah ‘azimah. An-Nawawi juga menyatakan hal senada. Perintah orang yang menangani urusan kita wajib ditaati, kecuali dalam perkara maksiat. Demikian kata Ibn Manzhur.
4. Melaksanakan keinginan pemimpin sekalipun bukan merupakan ‘azimah (perintah tegas).
Kadang-kadang pemimpin tidak menyuruh secara tegas, tetapi ia menjelaskan keinginannya dengan menguatkan satu perkara atas perkara yang lain. Karena itu, sekalipun di sana terdapat ruang pilihan terhadap perkara yang tidak dikuatkan oleh pemimpin (amir) dan bahwa tidak ada keberatan atas orang yang menyalahi keinginan amir, lebih utama untuk melakukan perkara yang dikuatkan dan dikehendaki amir—jika keinginannya itu semata-mata karena ketamakannya terhadap balasan yang baik di sisi Allah. Ibn ‘Asakir menuturkan riwayat dari Sayf bin ‘Umar. Ia berkata:
Pada saat perang ke Syam, Abu Bakar pernah menulis surat kepada Amr. Isinya demikian, “Sesungguhnya aku mengirimmu untuk suatu aktivitas yang telah Rasulullah saw. serahkan kepadamu suatu kali dan mengkhususkannya kepadamu pada saat yang lain….Sebenarnya aku lebih suka jika Abu ‘Abdullah menggantikanmu, karena itu lebih baik bagimu dalam kehidupan dan kedudukanmu; kecuali perkara itu lebih kamu sukai.”
‘Amr lalu membalas surat itu, “Sesungguhnya aku adalah salah satu di antara anak panah Islam dan sesungguhnya Anda adalah pelemparnya setelah Allah. Karena itu, lihatlah yang paling kuat dan paling afdhal….”
5. Berbicara kepadanya dengan sopan dan tidak menyinggungnya.
Ibn ‘Asakir menuturkan riwayat dari Ibrahim bin Abi ‘Abalah. Ia berkata:
Hisyam bin ‘Abd al-Malik mengutusku seraya berkata, “Wahai Ibrahim, aku telah mengenalmu sebagai kanak-kanak, dan aku telah mengujimu sebagai orang yang besar….Aku mengangkatmu untuk menangani kharaj Mesir.”
Lalu aku berkata, “Sesuatu yang menjadi pandangan Anda, wahai Amir al-Mukminin, semoga Allah memberikan balasan dan pahalanya kepada Anda. Sedangkan sesuatu yang menjadi pilihanku, aku tidak punya hasrat untuk menangani kharaj Mesir, dan aku tidak memiliki kekuatan.”
(Ibrahim berkata), Hisyam pun marah dan memerah wajahnya; kedua matanya melotot. Hisyam memandangku dengan pandangan murka kemudian ia berkata, “Engkau mengurusinya dengan taat atau dengan tidak suka!”
Lalu aku diam hingga aku melihat kemarahannya telah reda dan wajahnya telah berbinar. Aku lalu berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, bolehkan aku berbicara?”
Ia berkata, “Ya.”
Aku berkata, “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman dalam al-Quran:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا
Sesungguhnya Kami telah menyampaikan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (QS al-Ahzab [33]: 72).
Karena itu, demi Allah wahai Amir al-Mukminin, Allah tidak marah kepada mereka ketika mereka menolak dan tidak membenci mereka ketika mereka tidak suka menerima amanah itu. Lalu pantaskah Anda marah kepadaku ketika aku menolak? Janganlah membenciku ketika aku tidak mau (menerima amanah Anda).”
Lalu Hisyam tertawa hingga nampak gigi gerahamnya, kemudian berkata, “Wahai Ibrahim engkau menolak tidak lain karena engkau orang yang paham. Sungguh, aku rela terhadap (pilihan)-mu dan memaafkanmu.”
6. Memenuhi perintahnya dan tidak menyalahinya.
Abu Sa‘id juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ. أَلاَ وَلاَ غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْراً مِنْ أَمِيْرٍ عَامَةٍ»
Setiap pengkhianat, pada Hari Kiamat kelak, akan diberi bendera sesuai dengan tingkat pengkhianatannya. Ingatlah pengkhianat yang paling besar adalah yang mengkhianati pemimpin umum (imam, khalifah). (HR Muslim).
7. Bersabar terhadap apa yang tidak disukai dari pemimpin.
Ibn ‘Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:
«مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئاً يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ قَيْدَ شِبْرٍ فَيَمُوْتُ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»
Siapa yang melihat dari amirnya sesuatu yang ia benci, hendaklah ia bersabar atasnya, karena sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja lalu mati, kematiannya seperti mati jahiliyah. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sahal bin Mu‘âdz—dari bapaknya— menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
«مَنْ كَظِمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِ الْحَوْرِ شَاءَ»
Barangsiapa yang menahan kemarahan sedangkan ia mampu melampiaskan kemarahannya itu, pada Hari Kiamat, Allah akan menyerunya atas kepala-kepala para makhluk hingga ia memilih tempat tinggal yang ia inginkan. (HR al-Baydhawi).
8. Memuliakan Pemimpin dan Melindunginya baik ia ada atau sedang tidak ada (ditempat itu).
Abu Bakrah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ اللهِ تبَاَرَكَ وَتَعَالَى فِي الدُّنْيَا أَكْرَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي الدُّنْيَا أَهَانَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Barangsiapa yang memuliakan sulthan (penguasa) Allah Swt. di dunia maka Allah memuliakannya pada Hari Kiamat; barangsiapa yang menghinakan penguasa Allah Swt. di dunia maka Allah menghinakannya pada Hari Kiamat kelak. (HR Ahmad).
Abu Musa al-‘Asy‘ari juga menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
«إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ إِكْرَامُ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرَ الْغَالِي فِيْهِ وَلاَ الْمُجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامُ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ»
Di antara keagungan Allah Yang Maha Agung adalah memuliakan orang Muslim yang telah beruban; orang yang mengemban al-Quran, tidak menipu di dalamnya, dan tidak busuk; orang yang memuliakan penguasa yang adil. (HR al-Bayhaqi).
Jabir juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
«مَا مِنْ امْرِئٍ يُخْذِلُ مُسْلِماً فِي مَوَطِنِ يَنْتَقِصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وِيَنْتَهِكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ فِي مَوَطِنِ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ، وَمَا مِنْ أمْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِماً فِي مَوَطِنِ يَنْتَقِصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيَنْتَهِكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فِي مَوَطِنِ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ»
Tidak seorangpun yang merendahkan seorang Muslim ditempatnya, mengurangi kehormatannya, dan melanggar kemuliaannya kecuali Allah merendahkannya di tempatnya yang ia sukai pertolongannya; tidak ada seorangpun yang menolong seorang Muslim di tempat yang dikurangi kehormatannya dan dilanggar kemuliannya kecuali Allah menolongnya di tempat yang disukai pertolongannya. (HR al-Bayhaqi, Abu Dawud, dan ath-Thabrani).
Abu Darda’ mengatakan bahwa seorang laki-laki pernah mendapat pemberian dari seorang laki-laki yang lain di sisi Rasulullah, lalu laki-laki itu membalas kebaikan laki-laki yang memberinya. Rasulullah saw. kemudian bersabda:
«مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ كَانَ لَهُ حِجَاباً مِنَ النَّارِ»
Barangsiapa yang membalas kebaikan saudaranya maka baginya hijab dari api neraka. (HR al-Bayhaqi).
Ibn ‘Asakir dan adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abdullah bin Dinar dan yang lain berkata, “Tidaklah ‘Umar bertemu Usamah kecuali beliau mengucapkan, “Semoga keselamatan dilimpahkan bagi Anda, wahai Pemimpin. Semoga rahmat dan barakah Allah tercurah kepada Anda, wahai Amir yang diangkat oleh Rasulullah. Bagiku, engkau adalah pemimpin.”
9. Menjaga rahasianya.
Rasulullah saw. bersabda:
«مِنْ أَسْرَقِ السُّرَاقِ مَنْ يَسْرِقُ لِسَانَ اْلأَمِيْرِ»
Di antara pencurian yang paling besar adalah orang yang mencuri perkataan pemimpin. (HR ath-Thabrani).
Ahmad meriwayatkan dari Ath-Thabrani meriwayatkan dari jalan ‘Amir asy-Sya‘bi, dari Ibn ‘Abbas. Ia berkata, bahwa Ibn ‘Abbas pernah berkata kepadanya, “Sesungguhnya Amir al-Mukminin menyerumu serta meminta kamu mendekat dan meminta pendapatmu bersama para shahabat Rasulullah saw. Karena itu, Jagalah dariku tiga perkara: bertaqwalah kepada Allah, jangan sampai kedustaan mencederaimu; janganlah kamu menyebarluaskan rahasia; dan jangan kamu menggibah seorang pun di sisinya.”
‘Amir berkata, “Aku berkata kepada Ibn ‘Abbas, ‘Pada masing-masingnya terdapat sepuluh ribu kebaikan.’”
10. Tidak menyebut-nyebut keburukan seseorang di hadapan pemimpin.
Abdullah bin Mas‘ud menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يَبْلُغُنِي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ شَيْئاً فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيْمُ الصَّدْرِ»
Janganlah seseorang menyampaikan kepadaku tentang seseorang satu keburukannya. Aku lebih suka keluar menghampiri kalian, sementara dada (hati)-ku selamat. (HR Ahmad).
Abdullah bin ‘Umar berkata:
Aku pernah berada di sisi Nabi saw. ketika Harmalah bin Zayd datang kepada beliau dan duduk di hadapan beliau. Ia lalu berkata, “Wahai Rasulullah saw., iman itu ada di sini—dia menunjuk ke bibirnya—dan nifak itu di sini—dia menunjuk ke dadanya; ia tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit.”
Nabi saw. diam. Karena itu, Harmalah mengulang-ulang ucapannya itu kepada Nabi saw. hingga akhirnya terdiam. Nabi saw. kemudian memegang ujung bibir Harmalah seraya berdoa:
«اَللَّهُمَّ اِجْعَلْ لَهُ لِسَاناً صَادِقاً وَقَلْباً شَاكِراً وَارْزُقْهُ حُبِّي وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّنِي وَصِيْرَ أَمْرَهُ إِلَى الْخَيْرِ»
Ya Allah, anugerahkan kepadanya lisan yang jujur, dan hati yang bersyukur; anugerahi dia kecintaanku dan kecintaan orang yang mencintaiku; dan teruskanlah perkaranya kepada kebaikan.
Lalu Harmalah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki saudara-saudara dari kalangan orang-orang munafik. Aku diantara mereka termasuk orang terhormat. Perlukah aku tunjukkan mereka kepada Anda?”
Rasulullah menjawab, “Tidak seorangpun yang datang kepada kami seperti engkau mendatangi kami. Kami memintakan ampunan baginya sebagaimana kami memintakan ampunan bagimu. Barangsiapa yang terus dalam dosanya maka Allah lebih utama (menghukum)-nya, dan jangan kau merobek penutup seseorang.” (HR ath-Thabrani).
11. Menghilangkan kesusahan hati pemimpin ketika dalam kesempitan.
Jabir berkata:
Abu Bakar pernah datang dan meminta izin kepada Nabi saw., sementara orang-orang duduk di depan pintu Nabi. Beliau tidak memberi izin kepada Abu Bakar. Kemudian ‘Umar datang dan meminta izin. Beliau pun tidak memberikan izin kepada ‘Umar. Kemudian beliau memberikan izin kepada keduanya, lalu keduanya masuk, sementara Nabi saw. sedang duduk-duduk bersama para istri beliau. Beliau diam saja. Lalu ‘Umar berkata, “Sungguh, aku akan berbicara kepada Nabi hingga beliau tertawa.”
Lalu ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah saw., seandainya aku melihat binti Zayd—istri ‘Umar— meminta nafkah kepadaku barusan, maka aku pukul lehernya.”
Rasulullah tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Beliau berkata, “Mereka di sekitarku, seperti yang engkau lihat, sedang meminta nafkah kepadaku.” (HR Ahmad). [Yahya Abdurrahman/diterjemahkan dari majalah alwa'ie edisi bahasa arab)

ORANG YANG CERDAS adalah..

Tiap harapan yang berhasil Anda raih, selalu berujung pada kesedihan, baik karenaia telah meninggalkan Anda, ataupun Anda yang meninggalkannya..
Kecuali amal perbuatan yang didedikasikan untuk Allah, karena dalam segala hal akan berujung pada kebahagiaan, baik cepat atau lambat.
Dalam waktu cepat, pelakunya tidak banyak punya obsesi yang menjadi obsesi banyak orang. Sementara dalam waktu yang akan datang, ia mendapatkan surga-Nya..
MAKA, JANGAN KORBANKAN DIRIMU KECUALI UNTUK MERAIH YANG LEBIH TINGGI, DAN ITU HANYA ADA PADA ALLAH dengan dakwah ila al-Haq. KARENA ITU ORANG YANG CERDAS HANYA MELIHAT DIRINYA DIHARGAI DENGAN SURGA
Sumber: Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 2

Ciri Dangkalnya Ilmu Seseorang


Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Di antara ciri kedangkalan ilmu seseorang adalah ketika dia bertaklid dalam urusan agamanya kepada tokoh (rijal)nya, (bukan kepada hujah/kebenarannya).
Ibn Jauzi berkomentar bahwa syariat sudah sempurna, jika Anda mendapatkan pemahaman syara’, maka ikutilah Nabi dan sahabatnya dan jangan mengikuti rijal dalam urusan agamamu (Ibn Jauzi, Shaid al-Khathir, hal. 66-67)

Kebenaran Tidak Diketahui dari Tokohnya

Al Harits bin Hauth berkata kepada Ali: “Apakah Anda mengira, kami menganggap Thalhah dan az-Zubair berada dalam kebathilan (saat Perang Jamal)?
Maka ALi radhiya-Llahu ‘anhu menjawab: Wahai Harits (tampaknya) itu masih kabur bagimu. Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui dari tokoh (rijal)-nya, tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, maka kamu akan mengetahui orangnya.”
(Al Qurthubi, al-Jami’, Juz I/340)

Bacalah Ayat-ayat ini Untuk Menghilangkan Duka dan Kesedihan


Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa ia berkara: Heran pada orang yang bersedih, yang lupa akan lima hal. Sementara ia tahu apa yang dilakukan Allah pada orang yang mengatakan lima hal tersebut, yaitu:
1. Allah SWT berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ * أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157).
2. Firman-Nya:
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُواْ لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَاناً وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ * فَانقَلَبُواْ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُواْ رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran [3] : 173-174).
3. Firman-Nya:
وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ * فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka.” (QS. Al-Mukmin [40] : 44-45).
4. Firman-Nya:
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 87-88).
5. Firman-Nya:
وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ * فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.” (QS. Ali Imran [3] : 147-148).
Diriwayatkan dari Hasan al-Basri juga, bahwa ia berkata: “Barangsiapa yang senantiasa membaca ayat-ayat tersebut pada saat dirundung duka dan kesedihan, maka Allah akan menghilangkan duka dan kesedihannya. Sebab itu semua adalah janji dan ketetapan Allah bagi orang-orang yang selalu membacanya. Keputusan Allah tidak akan dicabut kembali, dan Allah tidak akan menyalahi apa yang telah dijanjikannya.” (Kitab: al-Faraju ba’da asy-Syiddah (Kemudahan setelah Kesulitan); Karya: al-Qadhi at-Tanukhi).

Kebebasan dan Kesuksesan Sejati

Ketaatan adalah naluri (gharîzah) dalam jiwa manusia. Jika seorang hamba tidak menyalurkan nalurinya kepada Allah SWT, maka dipastikan ia menyalurkannya kepada selain Allah. Seorang penyembah dunia adalah orang-orang yang melarikan diri dari kebebasan ketaatan kepada Allah menuju ketergantungan dan ketaatan kepada manusia. Sehingga, apabila mereka diusir oleh tuannya, maka mereka akan mencari tuan yang lain, karena di dalam jiwa mereka ada kebutuhan mendesak pada perbudakan dan ketergantungan, karena naluri ketaatan yang ada di dalam dirinya berubah menjadi rasa ketundukan yang harus dipuaskan. Sehingga apabila tidak ada seseorang yang memperbudak mereka, maka diri mereka merasa haus akan perbudakan, dan melemparkan diri mereka pada kerusakan yang dengannya mereka mencari serta menanti isyarat dari jari seorang tuan untuk mereka sembah. Adapun para penyembah Allah (ibâd ar-rahman), maka mereka telah membebaskan diri mereka dari semua belenggu dunia, dan mereka tidak pernah merasa puas kecuali dengan ketaatan kepada Allah. Dengan demikian, mereka ini pantas mendapatkan kemuliaan seperti yang Allah firmankan:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (TQS. Al-Munafiqun [63] : 8).

Jaminan Allah Bagi Pembaca dan Pengamal Al-Qur’an


Ibnu Abbas—radhiyallahu ‘anhuma, semoga Allah meridhai keduanya—berkata: “Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan isinya, bahwa ia tidak akan tersesat di dunia, dan tidak akan celaka di akhirat.” Kemudian ia membaca firman Allah ini:
)فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى* وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيراً * قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى(
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman: ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha [20] : 123-126). [Ma’âlim fi as-Sulûk wa Tazkiyah an-Nufûs, Petunjuk Tingkah Laku dan Pembersih Jiwa]

Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-40, Dunia Hanyalah Persinggahan


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِمَنْكِبِى فَقَالَ « كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ » . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata, Rasulullah saw memegang kedua bahuku dan bersabda, ‘Jadilah kamu di dunia seolah-olah orang asing atau orang yang lewat.’  Ibn Umar berkata, ‘Jika engkau ada pada waktu sore maka jangan menunggu pagi hari.  Jika engkau ada pada waktu pagi maka jangan menuunggu sore hari.  Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu untuk bekal matimu (HR al-Bukhari, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).


Dalam riwayat lainnya, Ibn Umar ra., berkata: Rasulullah saw. memegang kedua bahuku dan bersabda:
« كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ فِى أَهْلِ الْقُبُورِ ».
Jadilah kamu di dunia seolah-olah orang asing atau orang lewat dan hitunglah dirimu termasuk penghuni kubur (HR Ahmad, at-Tirmidzi, Ibn Majah, ath-Thabarani dan al-Baihaqi).

Dalam hadis ini, Rasulullah saw. memberikan pelajaran agung. Beliau mencontohkan bagaimana menyampaikan nasihat sehingga tertanam dan diingat oleh orang yang diajar atau diberi nasihat. Sebelum menyampaikan nasihat, Rasul saw. memegang bahu Ibn Umar ra. yang akan diberi nasihat.  Hal itu menarik perhatian dan antusiasme Ibn Umar atau orang yang diberi nasihat dan membuat kondisi orang itu siap menerima nasihat. Cara itu juga menunjukkan kedekatan dan memberi pesan bahwa nasihat yang akan diberikan adalah penting serta didasari oleh niat baik dan ketulusan.  Dengan cara itu nasihat yang disampaikan akan bisa membekas, tertanam kuat dan mempengaruhi perilaku.
Nasihat yang disampaikan oleh Rasul saw. merupakan pelajaran yang agung bagaimana menyikapi dunia.  Siapa saja yang mengambil nasihat itu tidak akan tertipu dan terpedaya oleh dunia.
Rasul saw. berpesan agar seorang Mukmin menganggap dirinya di dunia ini seperti orang asing atau orang yang lewat saja. Orang asing itu tidak memiliki tempat tinggal. Negeri tempat ia berada bukanlah kampung halamannya. Negeri itu hanya tempat ia menyelesaikan keperluannya untuk kemudian kembali ke kampung halamannya.  Begitu pula orang yang lewat. Dia akan terus berjalan meski kadang singgah sebentar untuk sekadar berteduh atau mencari bekal, lalu melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuannya.  Jadi dunia ini bagi seorang Mukmin adalah tempat asing atau persinggahan saja.  Tempat tujuan atau kampung halaman bagi seorang Mukmin adalah akhirat yakni surga. Rasul saw. menegaskan:
« مَا لِى وَلِلدُّنْيَا إِنَّمَا مَثَلِى وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ قَالَ فِى ظِلِّ شَجَرَةٍ فِى يَوْمٍ صَائِفٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا »
Tidak ada untukku dan untuk dunia ini, sesungguhnya permisalan aku dan dunia itu hanyalah seperti orang yang berkendaraan menempuh perjalanan, lalu ia bernaung di bawah pohon pada hari yang panas, lalu ia beristirahat sejenak, kemudian meninggalkan pohon itu (HR Ahmad, al-Hakim, Abu Ya’la dan Ibn Abi Syaibah).

Ibn Hajar al-Ashqalani menyatakan dalam Fath al-Bârî:

Dalam hal itu ada isyarat untuk mengutamakan zuhud di dunia dan mengambil dunia secukupnya saja. Layaknya seorang musafir, ia tidak memerlukan lebih dari apa yang dia butuhkan sampai ke tujuan perjalanannya. Demikianlah seorang Mukmin di dunia ini; ia tidak memerlukan lebih dari apa yang mengantarkan dirinya sampai ke tujuan (akhriat).
Yang lain berkata, hadis ini merupakan pokok dalam mendorong untuk bersikap lapang dari dunia, zuhud di dunia, menganggap rendah dunia dan qana’ah di dunia dengan sekadar atau secukupnya saja.
An-Nawawi berkata, makna hadis terebut: janganlah cenderung pada dunia; jangan menjadikan dunia sebagai kampung halaman; jangan bisiki dirimu untuk tetap di dunia; jangan terkait hatimu dengan dunia, sebagaimana seorang asing tidak terkait hatinya dengan sesuatu selain yang ada di kampung halamannya.
Yang lain berkata, ‘âbir as-sabîl adalah orang yang lewat di jalan menuju kampung halamannya. Seseorang di dunia itu seperti seorang hamba yang diutus tuannya dalam satu keperluan ke negeri lain. Ia akan segera melakukan apa yang mesti ia lakukan di situ, lalu segera kembali ke kampung halamannya dan tidak terkait dengan apa pun di situ.
Yang lain berkata, yang dimaksud adalah agar seorang Mukmin mendudukkan dirinya di dunia sebagai orang asing sehingga tidak terkait dengan apa pun di negeri asing. Hatinya hanya terkait dengan kampung halaman tempat ia kembali. Ia menjadikan keberadaan dirinya di dunia sekadar untuk menyelesaikan keperluannya dan menyiapkan kepulangannya ke kampung halamannya.  Begitulah orang asing.
Pemisalan lain, ia hendaknya seperti musafir. Ia tidak diam di tempat itu, tetapi terus berjalan ke negeri tempat tinggalnya.
Adapun ucapan Ibn Umar ra. adalah pesan bahwa sakit, miskin dan kematian akan menghalangi orang dari beramal.  Sakit, miskin dan kematian itu bisa datang kapan saja. Karena itu, hendaknya setiap orang tidak menunda-nunda untuk beramal ketika ia sehat, tidak miskin, dan masih hidup.
Ibn al-Mubarak dalam Az-Zuhd dan Ibn Abi ad-Dunya dalam Mushannaf-nya menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Sesungguhnya dunia itu berjalan pergi. Sesungguhnya akhirat itu berjalan mendekat. Masing-masing memiliki anak-anak. Karena itu, jadilah kalian anak-anak akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia.  Sesungguhnya hari ini adalah hari amal dan tidak ada hisab, sementara esok adalah hari penghisaban dan tidak ada lagi amal.”
Sungguh, dunia ini bukanlah tempat mengumpulkan kekayaan, mencari kemegahan, mengejar prestise dan menikmati segala bentuk kesenangan.  Dunia ini hanya tempat mencari bekal menuju akhirat.  Dunia hanyalah tempat bercocok tanam, yang hasilnya dipanen di akhirat. Karena itu, hendaknya setiap kita hanya menanami dunia dengan amal-amal shalih agar kita menuai hasil keridhaan Allah dan surga di akhirat.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

Year 9 Task

Assalamu'alaikum w.w.
My dear year 9 student please kindly add your profile on my google doc here
make sure that you have gmail account to access this document.., this document valid until 4pm this afternoon..
Wassalamu'alaikum w.w.

Example of Opening Speech/khutbah


الحمد لله ربّ العالمين وبه نستعين وعلى امورالدّ نيا والدّين، و الصّلاة والسّلام على سيّدنا وحبيبنا ومولانا محمّد صلّي الله عليه وسلّم، اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له و اشهد انّ محمّدا عبده ورّسول الله.

الحمد لله الّذى امرنا بالإتّحاد والإعتصام بحبله المتين، نصلّ ونسلّم علي هذا النّبيّ الكريم سيّدنا محمّد صلّي الله عليه وسلّم. اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له إيّاه نعبد وإيّاه نستعين. و اشهد انّ محمّدا عبده ورّسوله المبعوث رحمة للعالمين. امّا بعد.

الحمد لله الّذى أرسل المرسلين كافة للنّاس مبشّرين و منذرين. أشهد ان لا اله الاّ الله ولا نعبد الاّ ايّاه مخلصين له الدّين. وأشهد انّ محمّدا رسول الله لا نبيّ بعده. اللّهمّ صلّ صلاة كاملة وسلّم سلاما تامّا على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه ومن تبعه بإحسان الى يوم الدّين. امّا بعد.

الحمد لله الّذى جعل العلم طهارة للنّقوس ونورا للبصائر وطريقا الى الحقّ وهاديا الى الجنّة وفضّل الله الإنسان على سائر الكائنات.اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له الّذى خصّ من يّشاء من عباده بالمأثر الحكميّة. واشهد انّ محمّدا رسوله الّذى خصّه الله تعالى بجميع العبوديّة. وصلّى الله على محمّد وعلى اله واصحابه للشّاكرين على نهجه فقالوا خيرا وافرا. امّا بعد.

الحمد لله الّذى نحمده ونستعينه و نستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له. اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له و اشهد انّ محمّدا عبده ورّسوله لا نبيّ بعده. اللّهمّ صلّ وسلّم وبارك على رسول الله محمّد ابن عبد الله و على اله واصحابه ومن تبعه بإحسان إلى يوم القيامة. امّابعد.

الحمد لله الّذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحقّ ليظهره على الدّين كلّه ولوكره المشركون. أشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّـنا محمّدا عبده ورسوله. اللّهمّ صلّ على وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه أجمعين.امّا بعد.

الحمد لله الّذى أنزل السكينة في قلوب المؤمنين ليزدادوا ايمانا مع إيمانهم. أشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّـنا محمّدا عبده ورسوله. اللّهمّ صلّ على وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه أجمعين.امّا بعد.

الحمد لله الّذى امرنا ان تنظر أنفسنا ما قدّمت لغد. لإنّ هذه الحياة الدّنيا لعب و لهو لزاد المعاد. اشهد ان لا اله الاّ الله هدى من شاء الى دين الله الصّمد. اشهد انّ محمّدا رسول الله خيرداع لمصالح العباد. فصلوات الله وسلامه على النّبيّ المصطفى ارسله الله الى دارالرشاد وعلى اله واصحابه ومن تبعه بإحسان الى يوم للإيماد. اللّهمّ صلّ وسلّم و بارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه ومن تهذّبت نفوسهم بالدّين السّليم لنيل السعادة ورضاه الى خيرالحياة. امّا بعد.

الحمد لله الّذى جعل كلّ شيئ اعتبارا وارشادا للمتّقين الّذين يتبعون سبيل الأنبياء والمرسلين. اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له له الملك وله الحمد يحي ويميت وهوعلى كلّ شيئ قدير. واشهدانّ محمّدا عبده ورسوله الباشر بهداية الدّين. اللّهمّ صلّ وسلّم على سيّدنا محمّدِ نٍ المصطفى وعلى اله وصحبه الّذين تمسّكوا بكمال شريعة الدّين. امّا بعد.

الحمد لله الواحد القهّار العظيم الجبّار العالم بما في الضّائروخفيّ الأسرار. أحمده سبحانه وتعالى على النّعم تتولّى كالأمطار واشكره شكر عباده الأخيار. واشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له الكريم الغفّار واشهد انّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله المصطفى المختار. اللّهمّ صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه صلاة وسلاما دائمين متلازمين ما دام الليل والنّهار. امّا بعد.

الحمد لله الّذى امرنا بالعدل ولإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر ليخرجنا من الظلمات الى النّور و يجعلنا من خير أمّة أخرجت للنّاس. اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له شهادة اعدّها للقائه ذَ خَّرًا. واشهد انّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله ارفع البريّة قُدْرًا. فصلوات الله وسلامه عليه وعلى اله و اصحابه اجمعين. اللّهمّ صلّ على هذا النّبيِّ الكريم والرّسولِ الشفيعِ العظيمِ سيّدنا ومولانا محمّد وعلى اله واصحابه سادة الدّنيا وملوكِ الأخرة. امّا بعد.