“Aku tidak takut (ujian yang akan menimpa) pada umatku, kecuali (ujian) para pemimpin sesat.” (HR. Ibnu Hibban). Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan: “Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin sesat, kecuali kalian mengingkari mereka dengan hati, agar amal kalian tidak sia-sia.”
Para pemimpin bodoh: Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:
«أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ »
“Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad).
Dalam hadits riwayat Ahmad dikatakan bahwa pemimpin bodoh adalah
pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw. Yakni
pemimpin yang tidak menerapkan syariah Islam.
Para pemimpin penolak kebenaran, penyeru kemungkaran. Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian
dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka
melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak
ada kewajiban bagi kalian untuk menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Para penguasa yang memerintah dengan mengancam kehidupan dan mata
pencaharian. Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan
kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka
mengingkari(janjinya). Mereka melakukan pekerjaan,
lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan
kalian hingga kalian menilai baik (menuji) keburukan mereka, dan kalian
membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka hak yang
mereka senangi.” (HR. Thabrani).
Para pemimpin yang mengangkat pembantu orang-orang jahat, dan
mengakhirkan shalat (mengabaikan syariah). Dari Abu Hurairah ra yang
berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang, para
pembantu (pejabat pemerintah) fasik, para hakim pengkhianat, dan para
ahli hukum Islam (fuqaha’) pendusta. Sehingga, siapa saja di antara
kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi
pengunpul pajak, pemimpin, dan polisi.” (HR. Thabrani).
Para pemimpin diktator (kejam). Rasulullah Saw bersabda:
«إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ»
“Sesungguhnya seburuk-buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah (diktator).” (HR. Al-Bazzar). Pemimpin al-huthamah (diktator) adalah pemimpin yang menggunakan politik tangan besi terhadap rakyatnya.
Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Dan berikutnya adalah para pemimpin jika mereka diminta untukmengasihani
(rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk
menunaikan hak (rakyat), mereka tidak memberikannya; dan jika mereka
disuruh berlaku baik (adil), mereka menolak. Mereka akan membuat hidup
kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga
mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka
membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak.
Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian
mereka, dan tidak kalian tidak menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).
Para penguasa zindik (pura-pura iman). Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan
syafa’atku: pemimpin yang bertindak lalim, dan orang yang berlebihan
dalam beragama hingga sesat dari agama.” (HR. Thabrani).
Jika
aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah ia dan jika aku
memerintahkan sesuatu perintah kepada kalian maka ambillah darinya
sesuai dengan kemampuan kalian. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Perintah
kadang-kadang berasal dari seorang suami kepada istrinya; kadang-kadang
berasal dari orangtua kepada anaknya; kadang-kadang juga berasal dari
amir (pemimpin) dan dialah yang memiliki (hak) memerintah.Amir adalah seseorang yang menangani urusan jamaah yang di antara mereka terdapat urusan yang mengikat bersama.Ia
adalah orang yang memiliki wewenang mengeluarkan permintaan untuk
melakukan perbuatan dari jamaahnya yang di antara mereka terdapat urusan
bersama.Sosok itu mencakup Amîr al-Mu’minîn (Pemimpin kaum Mukmin)dimana
terdapat urusan yang mengikat antara dia dengan umat, yaitu penerapan
hukum-hukum syariat; mencakup pemimpin partai dan yang mengikat mereka
adalah tujuan bersama yang menyebabkan mereka berkumpul di dalamnya;
juga mencakup pemimpin perjalanan (amir safar) dan urusan bersama mereka
adalah setiap urusan yang berkaitan dengan perjalanan.Jenis perintah inilah yang kita maksudkan dalam pembahasan ini.
Pembahasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan hak-hak pemimpin; baik Amirul Mukmin; orang yang diberi wewenang oleh Amirul Mukminin untuk mengeluarkan perintah seperti amîr al-jaysy (pemimpin pasukan), atau amîr as-sariyah (pemimpin ekspedisi), wali (gubernur/kepala wilayah), ‘âmil, wazîr tafwîdh (pembantu khalifah);amîr al-hizb (pemimpin partai); ataupun pemimpin perjalanan.Hal
itu karena nash-nash tentang ketaatan kepada amir (pemimpin) dan hak
pemimpin atas orang yang ia pimpin adalah mencakup pemimpin yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Hak bagi pemimpin yang
bersifat umum, seperti Amirul Mukminin, bersifat umum; mencakup semua
urusan urusan pemerintahan dan pengaturan, karena yang mengikat antara
dirinya dengan umat adalah penerapan hukum syariat seluruhnya.Sebaliknya, pemimpin yang bersifat khusus, hak-haknya hanya dalam batas-batas urusan bersama mereka, tidak lebih.
Ada sejumlah hak pemimpin atas orang-orang yang dipimpinnya. Kewajiban orang-orang yang dipimpin atas pemimpinnya antara lain:
1.Percaya (tsiqah) dan berprasangka yang baik.
Tsiqah adalah al-i’timân
(percaya), yakni mempercayai apa-apa yang diperintahkan oleh amir
(pemimpinan) atas upaya untuk mencapai urusan bersama. Oleh karena itu,
umat harus memilih orang yang benar-benar amanah dan terpercaya. Amanah
itu tidak berlalu kecuali dengan adanya khianat. Contohnya adalah ketika
amir mengubah urusan bersama yang mengikat mereka, menjauhkan dan
meniadakan pencapaiannya, atau menggagalkannya.Kesalahan
bukan merupakan khianat dan tidak menafikan sifat amanah. Jadi,
kesalahan tidak menjadi alasan yang benar untuk menanggalkan kepercayaan
pada amir, kecuali jika kesalahan itu banyak dan merupakan kekejian.Artinya,
orang-orang yang diperintah hendaklah berprasangka baik kepada pemimpin
yang telah mereka angkat. Demikianlah sikap para sahabat r.a.Rasulullah saw. pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Usayd bin Hudhayr:
«اِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً»
Sesungguhnya kalian akan menjumpai ketidaksenangan sesudahku.(Abu Ya’la dan ath-Thabrani).
Jika
orang-orang yang diperintah menyadari bahwa pemimpinnya adalah seorang
manusia yang bisa benar dan bisa juga salah dan mereka menafikan sifat ma‘shûm (terbebas
dari kesalahan) dari pemimpin mereka, maka hal itu merupakan kebaikan
bagi pemimpin itu dan bagi mereka. Imam Syafi‘i pernah berkata, “Tidak
seorang pun dari kaum Muslim yang terus-menerus menaati Allah dan tidak
pernah bermaksiat kepada-Nya; tidak ada seorang pun dari kaum Muslim
yang bermaksiat terus-menerus dan tidak pernah menaati-Nya. Siapa saja
yang ketaatannya lebih unggul daripada kemaksiatannya maka ia termasuk
seorang yang lurus.
Seorang pemimpin tidak dicopot kecuali dengan alasan syar‘î. Alasan syar‘î ini telah dijelaskan secara panjang lebar dalam buku Ahkâm as-Sulthâniyyah.
2.Memberikan nasihat.
Tamim ad-Dari menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
“Agama
itu nasihat/kesetiaan.” Kami bertanya, “Bagi siapa, wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum
Muslim dan bagi mereka pada umumnya.” (HR Muslim).
Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Allah
Swt. menyukai dari kalian tiga perkara dan Allah membenci atas kalian
tiga perkara: kalian menyembahnya dan tidak menyekutukan sesuatupun
dengan Allah; kalian berpegang teguh; kalian menasihati orang yang Allah
jadikan sebagai orang yang mengatur urusan kalian…. (HR Imam Malik).
Nasihat itu hendaklah disampaikan secara rahasia.
Jabir
bin Nufayr menuturkan bahwa ‘Iyadh bin Ghanam pernah mencambuk seorang
penduduk hingga terluka. Lalu Hisyam bin Hakim menyalahkannya dengan
perkataan hingga ‘Iyadh marah. Setelahberlalu beberapa malam, Hisyam meminta maaf dan mengemukan alasannya serayaberkata, “Apakah Anda tidak mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling keras menerima siksaan pada Hari Kiamat adalah orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia.(HR al-Baihaqi, Ibn al-Atsir, dan ath-Thabrani).”
‘Iyâdh
berkata, “Sungguh, aku juga telah mendengar apa yang engkau dengar dan
berpandangan seperti pandanganmu. Masalahnya, apakah engkau tidak
mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Siapa
saja yang ingin menasihati orang yang memiliki kekuasaan secara umum
maka janganlah menyampaikan nasihat kepadanya secara terang-terangan,
tetapi hendaklah secara menyendiri.
Engkau,
hai Hisyam, sungguh termasuk orang yang melakukan hal itu ketika Anda
menjatuhkan penguasa Allah. Apakah engkau tidak khawatir jika penguasa
Allah akan membunuhmu sehingga engkau dibunuh oleh penguasa Allah.”
3.Menaatinya pada selain kemaksiatan kepada Allah.
Siapa
saja yang menaatiku, dia telah menaati Allah; siapa saja yang
bermaksiat kepadaku, dia telah bermaksiat kepada Allah; siapa saja yang
menaati pemimpinku,dia telah menaatiku; siapa saja yang berbuat maksiat kepada pemimpinku, dia telah bermaksiat kepadaku.(HR Mutaffaq ‘alayh).
Anas bin Malik juga pernah menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Dengar
dan taatilah pemimpin yang diangkat untuk memimpin kalian sekalipun dia
seorang budak hitam yang (rambut) kepalanya seperti kismis (kriting). (HR al-Bukhari).
Engkau wajib taat (kepada pemimpin) dalam apa yang engkau sukai dan engkaubenci, dalam kesempitan dan kelapanganmu, serta dalam keputusan atasmu. (HR Muslim).
Sembahlah
Tuhan kalian, tunaikanlah shalat lima waktu, puasalah pada bulan
Ramadhan, bayarlah zakat harta kalian, dan taatilah orang yang mengatur
urusan kalian (amir), niscaya kalian akan masuk surga Tuhan kalian.(HR Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, dan al-Hakim).
Rasulullah saw. juga pernah berkhutbah di ‘Arafah dan bersabda:
Jika seorang budak Habsyi diangkat menjadi pemimpin kalian maka dengar dan taatilah selama ia memimpin kalian dengan Kitabullah.(HR Abu Bakar al-Khalal).
Abu Dzar juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«إِسْمَعُ وَأَطِعُ لِمْنْ كَانَ عَلَيْكَ»
Dengar dan taatilah orang yang memimpin kalian. (HR Ibn Abi Hasyim).
Namun
demikian, tidak ada ketaatan kepada pemimpin dalam kemaksiatan yang
tidak diragukan dan diperselisihkan lagi bahwa hal itu adalah
kemaksiatan. Abdullah bin Umar menuturkan bahwa Nabi saw. pernah
bersabda ;
Wajib
mendengar dan taat atas setiap Muslim dalam apa yang disukai dan yang
dibenci selama tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Jika ia
diperintah untuk berbuat maksiat, ia tidak wajib mendengar dan taat. (HR al-Bukhari dan Muslim).
‘Ali menuturkan bahwa Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kemakrufan. (HR Ahmad).
Di antara ketaatan kepada pemimpinadalah menjalankan semua ketetapan, perintah, dan ‘azimah-nya. Dalam al-Ghiyâts Al-Juwayni menyatakan bahwa Imam wajib secara
pasti diikuti dalam apa yang dipandang sebagai hasil ijtihadnya.
Melanggar perintah yang diserukan imam secara pasti akan berakibat
diperangi, sekalipun perintah itu asalnya zhannî. Kaidah ushul fikih yang masyhur menyatakan:
أَمْرُ اْلإِمَامِ نَافِذٌ ظَاهِراً وَبَاطِناً
Perintah imam harus dilaksanakan secara lahir maupun batin.
Sementara itu, berkaitan dengan ‘azimah, yang dimaksud adalah perintah yang sungguh-sungguh dan penting. Ibn Manzhur berkata di dalam Lisân al-‘Arab:‘Azamtu ‘alayka. Maksudnya, “Aku memerintahmu dengan perintah yang sungguh-sungguh.” Itulah ‘azimah. An-Nawawi juga menyatakan hal senada. Perintah orang yang menangani urusan kita wajib ditaati, kecuali dalam perkara maksiat. Demikian kata Ibn Manzhur.
4.Melaksanakan keinginan pemimpin sekalipun bukan merupakan ‘azimah (perintah tegas).
Kadang-kadang pemimpin tidak menyuruh secara tegas, tetapi ia menjelaskan keinginannya dengan menguatkan satu perkara atas perkara yang lain. Karena itu,sekalipun
di sana terdapat ruang pilihan terhadap perkara yang tidak dikuatkan
oleh pemimpin (amir) dan bahwa tidak ada keberatan atas orang yang
menyalahi keinginan amir, lebih utama untuk melakukan perkara yang
dikuatkan dan dikehendaki amir—jika keinginannya itu semata-mata karena
ketamakannya terhadap balasan yang baik di sisi Allah. Ibn ‘Asakir
menuturkan riwayat dari Sayf bin ‘Umar. Ia berkata:
Pada saat perang
ke Syam, Abu Bakar pernah menulis surat kepada Amr. Isinya demikian,
“Sesungguhnya aku mengirimmu untuk suatu aktivitas yang telah Rasulullah
saw. serahkan kepadamu suatu kali dan mengkhususkannya kepadamu pada
saat yang lain….Sebenarnya aku lebih suka jika Abu ‘Abdullah
menggantikanmu, karena itu lebih baik bagimu dalam kehidupan dan
kedudukanmu; kecuali perkara itu lebih kamu sukai.”
‘Amr lalu membalas
surat itu, “Sesungguhnya aku adalah salah satu di antara anak panah
Islam dan sesungguhnya Anda adalah pelemparnya setelah Allah. Karena
itu, lihatlah yang paling kuat dan paling afdhal….”
5.Berbicara kepadanya dengan sopan dan tidak menyinggungnya.
Ibn ‘Asakir menuturkan riwayat dari Ibrahim bin Abi ‘Abalah. Ia berkata:
Hisyam
bin ‘Abd al-Malik mengutusku seraya berkata, “Wahai Ibrahim, aku telah
mengenalmu sebagai kanak-kanak, dan aku telah mengujimu sebagai orang
yang besar….Aku mengangkatmu untuk menangani kharaj Mesir.”
Lalu
aku berkata, “Sesuatu yang menjadi pandangan Anda, wahai Amir
al-Mukminin, semoga Allah memberikan balasan dan pahalanya kepada Anda.Sedangkan sesuatu yang menjadi pilihanku, aku tidak punya hasrat untuk menangani kharaj Mesir, dan aku tidak memiliki kekuatan.”
(Ibrahim
berkata), Hisyam pun marah dan memerah wajahnya; kedua matanya melotot.
Hisyam memandangku dengan pandangan murka kemudian ia berkata, “Engkau
mengurusinya dengan taat atau dengan tidak suka!”
Lalu
aku diam hingga aku melihat kemarahannya telah reda dan wajahnya telah
berbinar. Aku lalu berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, bolehkan aku
berbicara?”
Ia berkata, “Ya.”
Aku berkata, “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman dalam al-Quran:
Sesungguhnya
Kami telah menyampaikan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya. (QS al-Ahzab [33]: 72).
Karena
itu, demi Allah wahai Amir al-Mukminin, Allah tidak marah kepada mereka
ketika mereka menolak dan tidak membenci mereka ketika mereka tidak
suka menerima amanah itu. Lalu pantaskah Anda marah kepadaku ketika aku
menolak? Janganlah membenciku ketika aku tidak mau (menerima amanah
Anda).”
Lalu
Hisyam tertawa hingga nampak gigi gerahamnya, kemudian berkata, “Wahai
Ibrahim engkau menolak tidak lain karena engkau orang yang paham.
Sungguh, aku rela terhadap (pilihan)-mu dan memaafkanmu.”
6.Memenuhi perintahnya dan tidak menyalahinya.
Abu Sa‘id juga menuturkan bahwaRasulullah saw. pernah bersabda:
Setiap
pengkhianat, pada Hari Kiamat kelak, akan diberi bendera sesuai dengan
tingkat pengkhianatannya. Ingatlah pengkhianat yang paling besar adalah
yang mengkhianati pemimpin umum (imam, khalifah). (HR Muslim).
7.Bersabar terhadap apa yang tidak disukai dari pemimpin.
Siapa
yang melihat dari amirnya sesuatu yang ia benci, hendaklah ia bersabar
atasnya, karena sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jamaah
sejengkal saja lalu mati, kematiannya seperti mati jahiliyah. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sahal bin Mu‘âdz—dari bapaknya— menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa
yang menahan kemarahan sedangkan ia mampu melampiaskan kemarahannya
itu, pada Hari Kiamat, Allah akan menyerunya atas kepala-kepala para
makhluk hingga ia memilih tempat tinggal yang ia inginkan. (HR al-Baydhawi).
8.Memuliakan Pemimpin dan Melindunginya baik ia ada atau sedang tidak ada (ditempat itu).
Abu Bakrah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Barangsiapa
yang memuliakan sulthan (penguasa) Allah Swt. di dunia maka Allah
memuliakannya pada Hari Kiamat; barangsiapa yang menghinakan penguasa
Allah Swt. di dunia maka Allah menghinakannya pada Hari Kiamat kelak. (HR Ahmad).
Abu Musa al-‘Asy‘ari juga menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Di
antara keagungan Allah Yang Maha Agung adalah memuliakan orang Muslim
yang telah beruban; orang yang mengemban al-Quran, tidak menipu di
dalamnya, dan tidak busuk;orang yang memuliakan penguasa yang adil. (HR al-Bayhaqi).
Jabir juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Tidak
seorangpun yang merendahkan seorang Muslim ditempatnya, mengurangi
kehormatannya, dan melanggar kemuliaannya kecuali Allah merendahkannya
di tempatnya yang ia sukai pertolongannya;tidak
ada seorangpun yang menolong seorang Muslim di tempat yang dikurangi
kehormatannya dan dilanggar kemuliannya kecuali Allah menolongnya di
tempat yang disukai pertolongannya. (HR al-Bayhaqi, Abu Dawud, dan ath-Thabrani).
Abu Darda’ mengatakan bahwa seorang laki-laki pernah mendapat pemberian dari seorang
laki-laki yang lain di sisi Rasulullah, lalu laki-laki itu membalas
kebaikan laki-laki yang memberinya. Rasulullah saw. kemudian bersabda:
Barangsiapa yang membalas kebaikan saudaranya maka baginya hijab dari api neraka. (HR al-Bayhaqi).
Ibn
‘Asakir dan adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abdullah bin Dinar dan yang
lain berkata, “Tidaklah ‘Umar bertemu Usamah kecuali beliau mengucapkan,
“Semoga keselamatan dilimpahkan bagi Anda, wahai Pemimpin. Semoga
rahmat dan barakah Allah tercurah kepada Anda, wahai Amir yang diangkat
oleh Rasulullah. Bagiku, engkau adalah pemimpin.”
Di antara pencurian yang paling besar adalah orang yang mencuri perkataan pemimpin. (HR ath-Thabrani).
Ahmad
meriwayatkan dari Ath-Thabrani meriwayatkan dari jalan ‘Amir
asy-Sya‘bi, dari Ibn ‘Abbas. Ia berkata, bahwa Ibn ‘Abbas pernah berkata
kepadanya, “Sesungguhnya Amir al-Mukminin menyerumu sertameminta kamu mendekat dan meminta pendapatmu bersama para shahabat Rasulullah saw. Karena itu, Jagalah dariku tiga perkara:bertaqwalah
kepada Allah, jangan sampai kedustaan mencederaimu; janganlah kamu
menyebarluaskan rahasia; dan jangan kamu menggibah seorang pun di
sisinya.”
‘Amir berkata, “Aku berkata kepada Ibn ‘Abbas, ‘Pada masing-masingnya terdapat sepuluh ribu kebaikan.’”
10.Tidak menyebut-nyebut keburukan seseorang di hadapan pemimpin.
Abdullah bin Mas‘ud menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Janganlah
seseorang menyampaikan kepadaku tentang seseorang satu keburukannya.
Aku lebih suka keluar menghampiri kalian, sementara dada (hati)-ku
selamat. (HR Ahmad).
Abdullah bin ‘Umar berkata:
Aku
pernah berada di sisi Nabi saw. ketika Harmalah bin Zayd datang kepada
beliau dan duduk di hadapan beliau. Ia lalu berkata, “Wahai Rasulullah
saw., iman itu ada di sini—dia menunjuk ke bibirnya—dan nifak itu di
sini—dia menunjuk ke dadanya; ia tidak mengingat Allah kecuali hanya
sedikit.”
Nabi
saw. diam. Karena itu, Harmalah mengulang-ulang ucapannya itu kepada
Nabi saw. hingga akhirnya terdiam. Nabi saw. kemudian memegang ujung
bibir Harmalah seraya berdoa:
Ya
Allah, anugerahkan kepadanya lisan yang jujur, dan hati yang bersyukur;
anugerahi dia kecintaanku dan kecintaan orang yang mencintaiku; dan
teruskanlah perkaranya kepada kebaikan.
Lalu Harmalah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki saudara-saudara dari kalangan orang-orang munafik. Aku diantara mereka termasuk orang terhormat. Perlukah aku tunjukkan mereka kepada Anda?”
Rasulullah menjawab, “Tidak seorangpun yang datang kepada kami seperti engkau mendatangi
kami. Kami memintakan ampunan baginya sebagaimana kami memintakan
ampunan bagimu. Barangsiapa yang terus dalam dosanya maka Allah lebih
utama (menghukum)-nya, dan jangan kau merobek penutup seseorang.”(HR ath-Thabrani).
11.Menghilangkan kesusahan hati pemimpin ketika dalam kesempitan.
Jabir berkata:
Abu
Bakar pernah datang dan meminta izin kepada Nabi saw., sementara
orang-orang duduk di depan pintu Nabi. Beliau tidak memberi izin kepada
Abu Bakar.Kemudian ‘Umar datang dan meminta izin. Beliau pun tidak memberikan izin kepada ‘Umar.Kemudian
beliau memberikan izin kepada keduanya, lalu keduanya masuk, sementara
Nabi saw. sedang duduk-duduk bersama para istri beliau. Beliau diam
saja.Lalu ‘Umar berkata, “Sungguh, aku akan berbicara kepada Nabi hingga beliau tertawa.”
Lalu
‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah saw., seandainya aku melihat binti
Zayd—istri ‘Umar— meminta nafkah kepadaku barusan, maka aku pukul
lehernya.”
Rasulullah tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Beliau berkata, “Mereka di sekitarku, seperti yang engkau lihat, sedang meminta nafkah kepadaku.”(HR Ahmad).[Yahya Abdurrahman/diterjemahkan dari majalah alwa'ie edisi bahasa arab)
Tiap harapan yang berhasil Anda raih, selalu berujung pada
kesedihan, baik karenaia telah meninggalkan Anda, ataupun Anda yang
meninggalkannya..
Kecuali amal perbuatan yang didedikasikan untuk Allah, karena dalam
segala hal akan berujung pada kebahagiaan, baik cepat atau lambat.
Dalam waktu cepat, pelakunya tidak banyak punya obsesi yang menjadi
obsesi banyak orang. Sementara dalam waktu yang akan datang, ia
mendapatkan surga-Nya.. MAKA, JANGAN KORBANKAN DIRIMU KECUALI UNTUK MERAIH YANG LEBIH
TINGGI, DAN ITU HANYA ADA PADA ALLAH dengan dakwah ila al-Haq. KARENA
ITU ORANG YANG CERDAS HANYA MELIHAT DIRINYA DIHARGAI DENGAN SURGA
Sumber: Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 2
Imam
Ahmad bin Hanbal berkata: Di antara ciri kedangkalan ilmu seseorang
adalah ketika dia bertaklid dalam urusan agamanya kepada tokoh
(rijal)nya, (bukan kepada hujah/kebenarannya).
Ibn Jauzi berkomentar bahwa syariat sudah sempurna, jika Anda
mendapatkan pemahaman syara’, maka ikutilah Nabi dan sahabatnya dan
jangan mengikuti rijal dalam urusan agamamu (Ibn Jauzi, Shaid
al-Khathir, hal. 66-67)
Al Harits bin Hauth berkata kepada Ali: “Apakah Anda
mengira, kami menganggap Thalhah dan az-Zubair berada dalam kebathilan
(saat Perang Jamal)?
Maka ALi radhiya-Llahu ‘anhu menjawab: Wahai Harits (tampaknya) itu
masih kabur bagimu. Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui dari tokoh
(rijal)-nya, tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, maka kamu akan
mengetahui orangnya.”
(Al Qurthubi, al-Jami’, Juz I/340)
Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa ia berkara: Heran
pada orang yang bersedih, yang lupa akan lima hal. Sementara ia tahu apa
yang dilakukan Allah pada orang yang mengatakan lima hal tersebut,
yaitu:
1. Allah SWT berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, Sesungguhnya kami adalah milik Allah
dan kepada-Nya-lah kami kembali’. Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157).
2. Firman-Nya:
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada
mereka ada orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik Pelindung’. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia
(yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran [3] : 173-174).
3. Firman-Nya:
“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka Allah memeliharanya dari
kejahatan tipu daya mereka.” (QS. Al-Mukmin [40] : 44-45).
4. Firman-Nya:
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya
(menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:
“Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku
adalah termasuk orang-orang yang zalim”. Maka Kami telah memperkenankan
doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami
selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 87-88).
5. Firman-Nya:
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir”. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di
dunia dan pahala yang baik di akhirat.” (QS. Ali Imran [3] : 147-148).
Diriwayatkan dari Hasan al-Basri juga, bahwa ia berkata: “Barangsiapa
yang senantiasa membaca ayat-ayat tersebut pada saat dirundung duka dan
kesedihan, maka Allah akan menghilangkan duka dan kesedihannya. Sebab
itu semua adalah janji dan ketetapan Allah bagi orang-orang yang selalu
membacanya. Keputusan Allah tidak akan dicabut kembali, dan Allah tidak
akan menyalahi apa yang telah dijanjikannya.” (Kitab: al-Faraju ba’da asy-Syiddah (Kemudahan setelah Kesulitan); Karya: al-Qadhi at-Tanukhi).
Ketaatan adalah naluri (gharîzah) dalam jiwa
manusia. Jika seorang hamba tidak menyalurkan nalurinya kepada Allah
SWT, maka dipastikan ia menyalurkannya kepada selain Allah. Seorang
penyembah dunia adalah orang-orang yang melarikan diri dari kebebasan
ketaatan kepada Allah menuju ketergantungan dan ketaatan kepada manusia.
Sehingga, apabila mereka diusir oleh tuannya, maka mereka akan mencari
tuan yang lain, karena di dalam jiwa mereka ada kebutuhan mendesak pada
perbudakan dan ketergantungan, karena naluri ketaatan yang ada di dalam
dirinya berubah menjadi rasa ketundukan yang harus dipuaskan. Sehingga
apabila tidak ada seseorang yang memperbudak mereka, maka diri mereka
merasa haus akan perbudakan, dan melemparkan diri mereka pada kerusakan
yang dengannya mereka mencari serta menanti isyarat dari jari seorang
tuan untuk mereka sembah. Adapun para penyembah Allah (ibâd ar-rahman),
maka mereka telah membebaskan diri mereka dari semua belenggu dunia,
dan mereka tidak pernah merasa puas kecuali dengan ketaatan kepada
Allah. Dengan demikian, mereka ini pantas mendapatkan kemuliaan seperti
yang Allah firmankan:
“Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (TQS. Al-Munafiqun [63] : 8).
Ibnu Abbas—radhiyallahu ‘anhuma,
semoga Allah meridhai keduanya—berkata: “Allah menjamin bagi siapa saja
yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan isinya, bahwa ia tidak akan
tersesat di dunia, dan tidak akan celaka di akhirat.” Kemudian ia
membaca firman Allah ini:
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa
yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?’ Allah berfirman: ‘Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada
hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha [20] : 123-126). [Ma’âlim fi as-Sulûk wa Tazkiyah an-Nufûs, Petunjuk Tingkah Laku dan Pembersih Jiwa]
Dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata, Rasulullah
saw memegang kedua bahuku dan bersabda, ‘Jadilah kamu di dunia
seolah-olah orang asing atau orang yang lewat.’ Ibn Umar berkata, ‘Jika
engkau ada pada waktu sore maka jangan menunggu pagi hari. Jika engkau
ada pada waktu pagi maka jangan menuunggu sore hari. Manfaatkanlah
sehatmu sebelum sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu untuk bekal matimu (HR al-Bukhari, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).
Dalam riwayat lainnya, Ibn Umar ra., berkata: Rasulullah saw. memegang kedua bahuku dan bersabda:
Jadilah kamu di dunia seolah-olah orang asing atau orang lewat dan hitunglah dirimu termasuk penghuni kubur (HR Ahmad, at-Tirmidzi, Ibn Majah, ath-Thabarani dan al-Baihaqi).
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. memberikan pelajaran agung. Beliau
mencontohkan bagaimana menyampaikan nasihat sehingga tertanam dan
diingat oleh orang yang diajar atau diberi nasihat. Sebelum menyampaikan
nasihat, Rasul saw. memegang bahu Ibn Umar ra. yang akan diberi
nasihat. Hal itu menarik perhatian dan antusiasme Ibn Umar atau orang
yang diberi nasihat dan membuat kondisi orang itu siap menerima nasihat.
Cara itu juga menunjukkan kedekatan dan memberi pesan bahwa nasihat
yang akan diberikan adalah penting serta didasari oleh niat baik dan
ketulusan. Dengan cara itu nasihat yang disampaikan akan bisa membekas,
tertanam kuat dan mempengaruhi perilaku.
Nasihat yang disampaikan oleh Rasul saw. merupakan pelajaran yang
agung bagaimana menyikapi dunia. Siapa saja yang mengambil nasihat itu
tidak akan tertipu dan terpedaya oleh dunia.
Rasul saw. berpesan agar seorang Mukmin menganggap dirinya di dunia
ini seperti orang asing atau orang yang lewat saja. Orang asing itu
tidak memiliki tempat tinggal. Negeri tempat ia berada bukanlah kampung
halamannya. Negeri itu hanya tempat ia menyelesaikan keperluannya untuk
kemudian kembali ke kampung halamannya. Begitu pula orang yang lewat.
Dia akan terus berjalan meski kadang singgah sebentar untuk sekadar
berteduh atau mencari bekal, lalu melanjutkan perjalanan menuju tempat
tujuannya. Jadi dunia ini bagi seorang Mukmin adalah tempat asing atau
persinggahan saja. Tempat tujuan atau kampung halaman bagi seorang
Mukmin adalah akhirat yakni surga. Rasul saw. menegaskan:
Tidak ada untukku dan untuk dunia ini, sesungguhnya permisalan
aku dan dunia itu hanyalah seperti orang yang berkendaraan menempuh
perjalanan, lalu ia bernaung di bawah pohon pada hari yang panas, lalu
ia beristirahat sejenak, kemudian meninggalkan pohon itu (HR Ahmad, al-Hakim, Abu Ya’la dan Ibn Abi Syaibah).
Ibn Hajar al-Ashqalani menyatakan dalam Fath al-Bârî:
Dalam hal itu ada isyarat untuk mengutamakan zuhud di dunia dan
mengambil dunia secukupnya saja. Layaknya seorang musafir, ia tidak
memerlukan lebih dari apa yang dia butuhkan sampai ke tujuan
perjalanannya. Demikianlah seorang Mukmin di dunia ini; ia tidak
memerlukan lebih dari apa yang mengantarkan dirinya sampai ke tujuan
(akhriat).
Yang lain berkata, hadis ini merupakan pokok dalam mendorong untuk
bersikap lapang dari dunia, zuhud di dunia, menganggap rendah dunia dan qana’ah di dunia dengan sekadar atau secukupnya saja.
An-Nawawi berkata, makna hadis terebut: janganlah cenderung pada
dunia; jangan menjadikan dunia sebagai kampung halaman; jangan bisiki
dirimu untuk tetap di dunia; jangan terkait hatimu dengan dunia,
sebagaimana seorang asing tidak terkait hatinya dengan sesuatu selain
yang ada di kampung halamannya.
Yang lain berkata, ‘âbir as-sabîl adalah orang yang lewat di
jalan menuju kampung halamannya. Seseorang di dunia itu seperti seorang
hamba yang diutus tuannya dalam satu keperluan ke negeri lain. Ia akan
segera melakukan apa yang mesti ia lakukan di situ, lalu segera kembali
ke kampung halamannya dan tidak terkait dengan apa pun di situ.
Yang lain berkata, yang dimaksud adalah agar seorang Mukmin
mendudukkan dirinya di dunia sebagai orang asing sehingga tidak terkait
dengan apa pun di negeri asing. Hatinya hanya terkait dengan kampung
halaman tempat ia kembali. Ia menjadikan keberadaan dirinya di dunia
sekadar untuk menyelesaikan keperluannya dan menyiapkan kepulangannya ke
kampung halamannya. Begitulah orang asing.
Pemisalan lain, ia hendaknya seperti musafir. Ia tidak diam di tempat itu, tetapi terus berjalan ke negeri tempat tinggalnya.
Adapun ucapan Ibn Umar ra. adalah pesan bahwa sakit, miskin dan
kematian akan menghalangi orang dari beramal. Sakit, miskin dan
kematian itu bisa datang kapan saja. Karena itu, hendaknya setiap orang
tidak menunda-nunda untuk beramal ketika ia sehat, tidak miskin, dan
masih hidup.
Ibn al-Mubarak dalam Az-Zuhd dan Ibn Abi ad-Dunya dalam Mushannaf-nya
menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Sesungguhnya
dunia itu berjalan pergi. Sesungguhnya akhirat itu berjalan mendekat.
Masing-masing memiliki anak-anak. Karena itu, jadilah kalian anak-anak
akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini
adalah hari amal dan tidak ada hisab, sementara esok adalah hari
penghisaban dan tidak ada lagi amal.”
Sungguh, dunia ini bukanlah tempat mengumpulkan kekayaan, mencari
kemegahan, mengejar prestise dan menikmati segala bentuk kesenangan.
Dunia ini hanya tempat mencari bekal menuju akhirat. Dunia hanyalah
tempat bercocok tanam, yang hasilnya dipanen di akhirat. Karena itu,
hendaknya setiap kita hanya menanami dunia dengan amal-amal shalih agar
kita menuai hasil keridhaan Allah dan surga di akhirat. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]
Assalamu'alaikum w.w.
My dear year 9 student please kindly add your profile on my google doc here
make sure that you have gmail account to access this document.., this document valid until 4pm this afternoon..
Wassalamu'alaikum w.w.
الحمد
لله ربّ العالمين وبه نستعين وعلى امورالدّ نيا والدّين، و الصّلاة والسّلام على
سيّدنا وحبيبنا ومولانا محمّد صلّي الله عليه وسلّم، اشهد ان لا اله الاّ الله
وحده لاشريك له و اشهد انّ محمّدا عبده ورّسول الله.
الحمد
لله الّذى امرنا بالإتّحاد والإعتصام بحبله المتين، نصلّ ونسلّم علي هذا النّبيّ
الكريم سيّدنا محمّد صلّي الله عليه وسلّم.اشهد ان
لا اله الاّ الله وحده لاشريك له إيّاه نعبد وإيّاه نستعين.و اشهد
انّ محمّدا عبده ورّسوله المبعوث رحمة للعالمين.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى أرسل المرسلين كافة للنّاس مبشّرين و منذرين.أشهد ان
لا اله الاّ الله ولا نعبد الاّ ايّاه مخلصين له الدّين.وأشهد
انّ محمّدا رسول الله لا نبيّ بعده.اللّهمّ
صلّ صلاة كاملة وسلّم سلاما تامّا على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه ومن تبعه
بإحسان الى يوم الدّين.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى جعل العلم طهارة للنّقوس ونورا للبصائر وطريقا الى الحقّ وهاديا الى
الجنّة وفضّل الله الإنسان على سائر الكائنات.اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له الّذى خصّ من يّشاء من عباده
بالمأثر الحكميّة.واشهد
انّ محمّدا رسوله الّذى خصّه الله تعالى بجميع العبوديّة.وصلّى
الله على محمّد وعلى اله واصحابه للشّاكرين على نهجه فقالوا خيرا وافرا.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى نحمده ونستعينه و نستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات
أعمالنا من يهدى الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له.اشهد ان
لا اله الاّ الله وحده لاشريك له و اشهد انّ محمّدا عبده ورّسوله لا نبيّ بعده.اللّهمّ صلّ وسلّم وبارك على رسول الله محمّد ابن عبد الله و على اله
واصحابه ومن تبعه بإحسان إلى يوم القيامة.امّابعد.
الحمد
لله الّذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحقّ ليظهره على الدّين كلّه ولوكره المشركون.أشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّـنا محمّدا
عبده ورسوله.اللّهمّ صلّ على وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه أجمعين.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى أنزل السكينة في قلوب المؤمنين ليزدادوا ايمانا مع إيمانهم.أشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّـنا محمّدا
عبده ورسوله.اللّهمّ صلّ على وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه أجمعين.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى امرنا ان تنظر أنفسنا ما قدّمت لغد.لإنّ هذه
الحياة الدّنيا لعب و لهو لزاد المعاد.اشهد ان
لا اله الاّ الله هدى من شاء الى دين الله الصّمد.اشهد انّ
محمّدا رسول الله خيرداع لمصالح العباد.فصلوات
الله وسلامه على النّبيّ المصطفى ارسله الله الى دارالرشاد وعلى اله واصحابه ومن
تبعه بإحسان الى يوم للإيماد.اللّهمّ
صلّ وسلّم و بارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه ومن تهذّبت نفوسهم بالدّين
السّليم لنيل السعادة ورضاه الى خيرالحياة.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى جعل كلّ شيئ اعتبارا وارشادا للمتّقين الّذين يتبعون سبيل الأنبياء
والمرسلين.اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له له الملك وله الحمد يحي ويميت
وهوعلى كلّ شيئ قدير.واشهدانّ
محمّدا عبده ورسوله الباشر بهداية الدّين.اللّهمّ
صلّ وسلّم على سيّدنا محمّدِ نٍ المصطفى وعلى اله وصحبه الّذين تمسّكوا بكمال
شريعة الدّين.امّا بعد.
الحمد
لله الواحد القهّار العظيم الجبّار العالم بما في الضّائروخفيّ الأسرار.أحمده سبحانه وتعالى على النّعم تتولّى كالأمطار واشكره شكر عباده الأخيار.واشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له الكريم الغفّار واشهد انّ سيّدنا
محمّدا عبده ورسوله المصطفى المختار.اللّهمّ
صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه صلاة وسلاما دائمين متلازمين ما دام
الليل والنّهار.امّا بعد.
الحمد
لله الّذى امرنا بالعدل ولإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر
ليخرجنا من الظلمات الى النّور و يجعلنا من خير أمّة أخرجت للنّاس.اشهد ان لا اله الاّ الله وحده لاشريك له شهادة اعدّها للقائه ذَ خَّرًا.واشهد انّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله ارفع البريّة قُدْرًا.فصلوات الله وسلامه عليه وعلى اله و اصحابه اجمعين.اللّهمّ
صلّ على هذا النّبيِّ الكريم والرّسولِ الشفيعِ العظيمِ سيّدنا ومولانا محمّد وعلى
اله واصحابه سادة الدّنيا وملوكِ الأخرة.امّا بعد.